Sosiologi
MAKALAH SOSIOLOGI
“TEORI KONFLIK”
Disusun Oleh:
Bonaventura Dedy Agung S. :11417141022
ILMU ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2012
BAB 1
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Teori konflik yang muncul pada abad ke sembilan belas dan dua puluh dapat dimengerti sebagai respon dari lahirnya dual revolution, yaitu demokratisasi dan industrialisasi, sehingga kemunculan sosiologi konflik modern, di Amerika khususnya, merupakan pengikutan, atau akibat dari, realitas konflik dalam masyarakat Amerika (Mc Quarrie, 1995: 65). Selain itu teori sosiologi konflik adalah alternatif dari ketidakpuasaan terhadap analisis fungsionalisme struktural Talcot Parsons dan Robert K. Merton, yang menilai masyarakat dengan paham konsensus dan integralistiknya.
Perspektif konflik dapat dilacak melalui pemikiran tokoh-tokoh klasik seperti Karl Marx (1818-1883), Emile Durkheim (1879-1912), Max Weber (1864-1920), sampai George Simmel (1858-1918). Keempat pemikiran ini memberi kontribusi sangat besar terhadap perkembangan analisis konflik kontemporer. Satu pemikiran besar lainnya, yaitu Ibnu Khouldoun sesungguhnya juga berkontribusi terhadap teori konflik. Teori konflik Khouldun bahkan merupakan satu analisis komprehensive mengenai horisontal dan vertikal konflik.
Marx adalah satu tokoh yang pemikirannya mewarnai sangat jelas dalam perkembangan ilmu sosial. Pemikiran Marx berangkat dari filsafat dialektika Hegel. Hanya saja ia menggantikan dialektika ideal menjadi dialektika material, yang diambil dari filsafat Fuerbach, sehingga sejarah merupakan proses perubahan terus menerus secara material. Sebagaimana dijelaskan Cambell dalam Tujuh Teori Sosial (1994), bahwa Marx menciptakan tradisi materialisme historis yang menjelaskan proses dialektika sosial masyarakat, penghancuran dan penguasaan secara bergilir kekuatan-kekuatan ekonomis, dari masyarakat komunis primitif kepada feodalisme, berlanjut ke kapitalisme, dan terakhir adalah masyarakat komunis.
Berkaitan dengan konflik, Marx mengajukan konsepsi mendasar tentang masyarakat kelas dan perjuangannya. Marx tidak mendefinisikan kelas secara panjang lebar tetapi ia menunjukkan bahwa dalam masyarakat, pada abad ke 19 di Eropa dimana dia hidup, terdiri dari kelas pemilik modal (borjuis) dan kelas pekerja miskin sebagai kelas proletar. Kedua kelas ini berada dalam suatu struktur sosial hirarkhis, dan borjuis melakukan eksploitasi terhadap proletar dalam sistem produksi kapitalis. Eksploitasi ini akan terus berjalan selama kesadaran semu eksis, false consiousness, dalam diri proletar, yaitu berupa rasa menyerah diri, menerima keadaan dan cita-cita akhirat. Dengan ini Marx mejadi orang yang tidak tertarik pada agama karena itu candu yang mengantar manusia pada halusinasi kosong dan menipu, untuk itulah komunisme selalu diintepretasikan dengan politik anti Tuhan (atheisme)
BAB 2
PEMBAHASAN
A.Landasan Teori
1.Konflik menurut Robbin
Robbin (1996: 431) mengatakan konflik dalam organisasi disebut sebagai The Conflict Paradoks, yaitu pandangan bahwa di sisi konflik dianggap dapat meningkatkan kinerja kelompok, tetapi di sisi lain kebanyakan kelompok dan organisasi berusaha untuk meminimalisasikan konflik. Pandangan ini dibagi menjadi tiga bagian, antara lain:
Pandangan tradisional (The Traditional View). Pandangan ini menyatakan bahwa konflik itu hal yang buruk, sesuatu yang negatif, merugikan, dan harus dihindari. Konflik disinonimkan dengan istilah violence, destruction, dan irrationality. Konflik ini merupakan suatu hasil disfungsional akibat komunikasi yang buruk, kurang kepercayaan, keterbukaan di antara orang – orang, dan kegagalaan manajer untuk tanggap terhadap kebutuhan dan aspirasi karyawan.
Pandangan hubungan manusia (The Human Relation View. Pandangan ini menyatakan bahwa konflik dianggap sebagai suatu peristiwa yang wajar terjadi di dalam kelompok atau organisasi. Konflik dianggap sebagai sesuatu yang tidak dapat dihindari karena di dalam kelompok atau organisasi pasti terjadi perbedaan pandangan atau pendapat antar anggota. Oleh karena itu, konflik harus dijadikan sebagai suatu hal yang bermanfaat guna mendorong peningkatan kinerja organisasi. Dengan kata lain, konflik harus dijadikan sebagai motivasi untuk melakukan inovasi atau perubahan di dalam tubuh kelompok atau organisasi.
Pandangan interaksionis (The Interactionist View). Pandangan ini cenderung mendorong suatu kelompok atau organisasi terjadinya konflik. Hal ini disebabkan suatu organisasi yang kooperatif, tenang, damai, dan serasi cenderung menjadi statis, apatis, tidak aspiratif, dan tidak inovatif. Oleh karena itu, menurut pandangan ini, konflik perlu dipertahankan pada tingkat minimum secara berkelanjutan sehingga tiap anggota di dalam kelompok tersebut tetap semangat, kritis – diri, dan kreatif.
2.Konflik menurut Stoner dan Freeman
Stoner dan Freeman(1989:392) membagi pandangan menjadi dua bagian, yaitu pandangan tradisional (Old view) dan pandangan modern (Current View):
Pandangan tradisional. Pandangan tradisional menganggap bahwa konflik dapat dihindari. Hal ini disebabkan konflik dapat mengacaukan organisasi dan mencegah pencapaian tujuan yang optimal. Oleh karena itu, untuk mencapai tujuan yang optimal, konflik harus dihilangkan. Konflik biasanya disebabkan oleh kesalahan manajer dalam merancang dan memimpin organisasi. Dikarenakan kesalahan ini, manajer sebagai pihak manajemen bertugas meminimalisasikan konflik.
Pandangan modern. Konflik tidak dapat dihindari. Hal ini disebabkan banyak faktor, antara lain struktur organisasi, perbedaan tujuan, persepsi, nilai – nilai, dan sebagainya. Konflik dapat mengurangi kinerja organisasi dalam berbagai tingkatan. Jika terjadi konflik, manajer sebagai pihak manajemen bertugas mengelola konflik sehingga tercipta kinerja yang optimal untuk mencapai tujuan bersama.
3.Konflik menurut Myers
Selain pandangan menurut Robbin dan Stoner dan Freeman, konflik dipahami berdasarkan dua sudut pandang, yaitu: tradisional dan kontemporer (Myers, 1993:234)
Dalam pandangan tradisional, konflik dianggap sebagai sesuatu yang buruk yang harus dihindari. Pandangan ini sangat menghindari adanya konflik karena dinilai sebagai faktor penyebab pecahnya suatu kelompok atau organisasi. Bahkan seringkali konflik dikaitkan dengan kemarahan, agresivitas, dan pertentangan baik secara fisik maupun dengan kata-kata kasar. Apabila telah terjadi konflik, pasti akan menimbulkan sikap emosi dari tiap orang di kelompok atau organisasi itu sehingga akan menimbulkan konflik yang lebih besar. Oleh karena itu, menurut pandangan tradisional, konflik haruslah dihindari.
Pandangan kontemporer mengenai konflik didasarkan pada anggapan bahwa konflik merupakan sesuatu yang tidak dapat dielakkan sebagai konsekuensi logis interaksi manusia. Namun, yang menjadi persoalan adalah bukan bagaimana meredam konflik, tapi bagaimana menanganinya secara tepat sehingga tidak merusak hubungan antarpribadi bahkan merusak tujuan organisasi. Konflik dianggap sebagai suatu hal yang wajar di dalam organisasi. Konflik bukan dijadikan suatu hal yang destruktif, melainkan harus dijadikan suatu hal konstruktif untuk membangun organisasi tersebut, misalnnya bagaimana cara peningkatan kinerja organisasi.
4.Konflik menurut Karl Marx
Teori Marx memandang eksistensi hubungab pribadi dalam produksi dan kelas-kelas sosial sebagai elemen kunci dalam masyarakat
Hubungan dan pertentangan kelas sosial memiliki peran sentral dalam menciptakan perubahan sosial dalam masyarakat
Strategi konflik dalam teori Marx:
- kehidupan sosial adalah arena konflik dan pertentangan antar kelas
- sumber daya ekonomi dan kekuasaan politik sangat penting dalam perebutan kelompok
- pembagian masyarakat menjadi kelompok dominan dan sub ordinan dimana pola-pola sosial ditentukan oleh kelompok dominan dalam masyarakat
- konflik dan pertentangan menimbulkan perubahan sosial sehingga sering terjadi
Marx sangat menekankan pada aspek material karena konflik pada dasarnya muncul karena upaya memperoleh akses terhadap kekuatan-kekuatan produksi (sumber daya)
Akses terhadap faktor-faktor produksi harus dikembalikan kepada masyarakat sehingga kapitalisme diganti dengan sosialisme untuk menghilangkan pertentangan antar kelas
5.Konflik menurut Max Weber
Teori Weber mengakui bahwa konflik dalam memperebutkan sumber daya ekonomi merupakan ciri dasar kehidupan sosial
Perebutan sumber daya menciptakan konflik dalam masyarakat yang meliputi:
- konflik dalam arena politik
- konflik dalam wilayah gagasan dan ide
Weber mengombinasikan pemikiran materialis dan idealis dalam pendekatan sosiologi yang menyeluruh
Konflik dan pertentangan merupakan prinsip dalam kehidupan sosial sehingga tidak dapat dihilangkan
Konflik selalu muncul dalam masyarakat meskipun bentuknya beragam.
6. Konflik menurut Lewis A. Coser
Sejarah Awal
Selama lebih dari dua puluh tahun Lewis A. Coser tetap terikat pada model sosiologi dengan tertumpu kepada struktur sosial. Pada saat yang sama dia menunjukkan bahwa model tersebut selalu mengabaikan studi tentang konflik sosial. Berbeda dengan beberapa ahli sosiologi yang menegaskan eksistensi dua perspektif yang berbeda (teori fungsionalis dan teori konflik), coser mengungkapkan komitmennya pada kemungkinan menyatukan kedua pendekatan tersebut.
Akan tetapi para ahli sosiologi kontemporer sering mengacuhkan analisis konflik sosial, mereka melihatnya konflik sebagai penyakit bagi kelompok sosial. Coser memilih untuk menunjukkan berbagai sumbangan konflik yang secara potensial positif yaitu membentuk serta mempertahankan struktur suatu kelompok tertentu. Coser mengembangkan perspektif konflik karya ahli sosiologi Jerman George Simmel.
Seperti halnya Simmel, Coser tidak mencoba menghasilkan teori menyeluruh yang mencakup seluruh fenomena sosial. Karena ia yakin bahwa setiap usaha untuk menghasilkan suatu teori sosial menyeluruh yang mencakup seluruh fenomena sosial adalah premature (sesuatu yang sia- sia. Memang Simmel tidak pernah menghasilkan risalat sebesar Emile Durkheim, Max Weber atau Karl Marx. Namun, Simmel mempertahankan pendapatnya bahwa sosiologi bekerja untuk menyempurnakan dan mengembangkan bentuk- bentuk atau konsep- konsep sosiologi di mana isi dunia empiris dapat ditempatkan. Penjelasan tentang teori knflik Simmel sebagai berikut:
Simmel memandang pertikaian sebagai gejala yang tidak mungkin dihindari dalam masyarakat. Struktur sosial dilihatnya sebagai gejala yang mencakup pelbagai proses asosiatif dan disosiatif yang tidak mungkin terpisah- pisahkan, namun dapat dibedakan dalam analisis.
Menurut Simmel konflik tunduk pada perubahan. Coser mengembangkan proposisi dan memperluas konsep Simmel tersebut dalam menggambarkan kondisi- kondisi di mana konflik secara positif membantu struktur sosial dan bila terjadi secara negatif akan memperlemah kerangka masyarakat.
Inti Pemikiran
Konflik dapat merupakan proses yang bersifat instrumental dalam pembentukan, penyatuan dan pemeliharaan struktur sosial. Konflik dapat menempatkan dan menjaga garis batas antara dua atau lebih kelompok. Konflik dengan kelompok lain dapat memperkuat kembali identitas kelompok dan melindunginya agar tidak lebur ke dalam dunia sosial sekelilingnya.
Seluruh fungsi positif konflik tersebut dapat dilihat dalam ilustrasi suatu kelompok yang sedang mengalami konflik dengan kelompok lain. Misalnya, pengesahan pemisahan gereja kaum tradisional (yang memepertahankan praktik- praktik ajaran katolik pra- Konsili Vatican II) dan gereja Anglo- Katolik (yang berpisah dengan gereja Episcopal mengenai masalah pentahbisan wanita). Perang yang terjadi bertahun- tahun yang terjadi di Timur Tengah telah memperkuat identitas kelompok Negara Arab dan Israel.
Coser melihat katup penyelamat berfungsi sebagai jalan ke luar yang meredakan permusuhan, yang tanpa itu hubungan- hubungan di antara pihak-pihak yang bertentangan akan semakin menajam. Katup Penyelamat (savety-value) ialah salah satu mekanisme khusus yang dapat dipakai untuk mempertahankan kelompok dari kemungkinan konflik sosial. Katup penyelamat merupakan sebuah institusi pengungkapan rasa tidak puas atas sebuah sistem atau struktur.
Contoh: Badan Perwakilan Mahasiswa atau panitia kesejahteraan Dosen. Lembaga tersebut membuat kegerahan yang berasal dari situasi konflik tersalur tanpa menghancurkan sistem tersebut.
Menurut Coser konflik dibagi menjadi dua, yaitu:
Konflik Realistis, berasal dari kekecewaan terhadap tuntutan- tuntutan khusus yang terjadi dalam hubungan dan dari perkiraan kemungkinan keuntungan para partisipan, dan yang ditujukan pada obyek yang dianggap mengecewakan. Contohnya para karyawan yang mogok kerja agar tuntutan mereka berupa kenaikan upah atau gaji dinaikkan.
Konflik Non- Realistis, konflik yang bukan berasal dari tujuan- tujuan saingan yang antagonis, tetapi dari kebutuhan untuk meredakan ketegangan, paling tidak dari salah satu pihak. Coser menjelaskan dalam masyarakat yang buta huruf pembasan dendam biasanya melalui ilmu gaib seperti teluh, santet dan lain- lain. Sebagaimana halnya masyarakat maju melakukan pengkambinghitaman sebagai pengganti ketidakmampuan melawan kelompok yang seharusnya menjadi lawan mereka.
Menurut Coser terdapat suatu kemungkinan seseorang terlibat dalam konflik realistis tanpa sikap permusuhan atau agresi.
Contoh: Dua pengacara yang selama masih menjadi mahasiswa berteman erat. Kemudian setelah lulus dan menjadi pengacara dihadapkan pada suatu masalah yang menuntut mereka untuk saling berhadapan di meja hijau. Masing- masing secara agresif dan teliti melindungi kepentingan kliennya, tetapi setelah meniggalkan persidangan mereka melupakan perbedaan dan pergi ke restoran untuk membicarakan masa lalu.
Akan tetapi apabila konflik berkembang dalam hubungan- hubungan yang intim, maka pemisahan (antara konflik realistis dan non-realistis) akan lebih sulit untuk dipertahankan. Coser mennyatakan bahwa, semakin dekat suatu hubungan semakin besar rasa kasih saying yang sudah tertanam, sehingga semakin besar juga kecenderungan untuk menekan ketimbang mengungkapkan rasa permusuhan. Sedang pada hubungan- hubungan sekunder, seperti misalnya dengan rekan bisnis, rasa permusuhan dapat relatif bebas diungkapkan. Hal ini tidak selalu bisa terjadi dalam hubungan- hubungan primer dimana keterlibatan total para partisipan membuat pengungkapan perasaan yang demikian merupakan bahaya bagi hubungan tersebut. Apabila konflik tersebut benar- benar melampaui batas sehingga menyebabkan ledakan yang membahayakan hubungan tersebut.
Contoh: Seperti konflik antara suami dan istri, serta konflik sepasang kekasih.
Coser. Mengutip hasil pengamatan Simmel yang meredakan ketegangan yang terjadi dalam suatu kelompok. Dia menjelaskan bukti yang berasal dari hasil pengamatan terhadap masyarakat Yahudi bahwa peningkatan konflik kelompok dapat dihubungkan dengan peningkatan interaksi dengan masyarakat secara keseluruhan. Bila konflik dalam kelompok tidak ada, berarti menunjukkan lemahnya integrasi kelompok tersebut dengan masyarakat. Dalam struktur besar atau kecil konflik in-group merupakan indikator adanya suatu hubungan yang sehat. Coser sangat menentang para ahli sosiologi yang selalu melihat konflik hanya dalam pandangan negatif saja. Perbedaan merupakan peristiwa normal yang sebenarnya dapat memperkuat struktur sosial. Dengan demikian Coser menolak pandangan bahwa ketiadaan konflik sebagai indikator dari kekuatan dan kestabilan suatu hubungan.
7.Teori Konflik Menurut Ralf Dahrendorf
Sejarah Awal
Bukan hanya Coser saja yang tidak puas dengan pengabaian konflik dalam pembentukan teori sosiologi.segera setelah penampilan karya Coser, seorang ahli sosiologi Jerman bernama Ralf Dahrendorf menyadur teori kelas dan konflik kelasnya ke dalam bahasa inggris yang sebelumnya berbahasa Jerman agar lebih mudah difahami oleh sosiolog Amerika yang tidak faham bahasa Jerman saat kunjungan singkatnya ke Amerika Serikat (1957- 1958). Dahrendorf tidak menggunakan teori Simmel melainkan membangun teorinya dengan separuh penerimaan, separuh penolakan, serta memodifikasi teori sosiologi Karl Marx. Seperti halnya Coser, Ralf Dahrendorf mula- mula melihat teori konflik sebagai teori parsial, mengenggap teori tersebut merupakan perspektif yang dapat dipakai untuk menganalisis fenomena sosial. Ralf Dahrendorf menganggap masyarakat bersisi ganda, memiliki sisi konflik dan sisi kerja sama.
Inti Pemikiran
Teori konflik Ralf Dahrendorf merupakan separuh penerimaan, separuh penolakan, serta modifikasi teori sosiologi Karl Marx. Karl Marx berpendapat bahwa pemilikan dan Kontrol sarana- sarana berada dalam satu individu- individu yang sama.
Menurut Dahrendorf tidak selalu pemilik sarana- sarana juga bertugas sebagai pengontrol apalagi pada abad kesembilan belas. Bentuk penolakan tersebut ia tunjukkan dengan memaparkan perubahan yang terjadi di masyarakat industri semenjak abad kesembilan belas. Diantaranya:
Dekomposisi modal
Menurut Dahrendorf timbulnya korporasi- korporasi dengan saham yang dimiliki oleh orang banyak, dimana tak seorangpun memiliki kontrol penuh merupakan contoh dari dekomposisi modal. Dekomposisi tenaga.
Dekomposisi Tenaga kerja
Di abad spesialisasi sekarang ini mungkin sekali seorang atau beberapa orang mengendalikan perusahaan yang bukan miliknya, seperti halnya seseorang atau beberapa orang yang mempunyai perusahaan tapi tidak mengendalikanya. Karena zaman ini adalah zaman keahlian dan spesialisasi, manajemen perusahaan dapat menyewa pegawai- pegawai untuk memimpin perusahaanya agar berkembang dengan baik.
Timbulnya kelas menengah baru
Pada akhir abad kesembilan belas, lahir kelas pekerja dengan susunan yang jelas, di mana para buruh terampil berada di jenjang atas sedang buruh biasa berada di bawah. Penerimaan Dahrendorf pada teori konflik Karl Marx adalah ide mengenai pertentangan kelas sebagai satu bentuk konflik dan sebagai sumber perubahan sosial. Kemudian dimodifikasi oleh berdasarkan perkembangan yang terjadi akhir- akhir ini. Dahrendorf mengatakan bahwa ada dasar baru bagi pembentukan kelas, sebagai pengganti konsepsi pemilikan sarana produksi sebagai dasar perbedaan kelas itu. Menurut Dahrendorf hubungan- hubungan kekuasaan yang menyangkut bawahan dan atasan menyediakan unsur bagi kelahiran kelas.
Dahrendorf mengakui terdapat perbedaan di antara mereka yang memiliki sedikit dan banyak kekuasaan. Perbedaan dominasi itu dapat terjadi secara drastis. Tetapi pada dasarnya tetap terdapat dua kelas sosial yaitu, mereka yang berkuasa dan yang dikuasai. Dalam analisisnya Dahrendorf menganggap bahwa secara empiris, pertentangan kelompok mungkin paling mudah di analisis bila dilihat sebagai pertentangan mengenai ligitimasi hubungan- hubungan kekuasaan. Dalam setiap asosiasi, kepentingan kelompok penguasa merupakan nilai- nilai yang merupakan ideologi keabsahan kekuasannya, sementara kepentingan- kepentingan kelompok bawah melahirkan ancaman bagi ideologi ini serta hubungan- hubungan sosial yang terkandung di dalamnya.
Contoh: Kasus kelompok minoritas yang pada tahun 1960-an kesadarannya telah memuncak, antara lain termasuk kelompok- kelompok kulit hitam, wanita, suku Indian dan Chicanos. Kelompok wanita sebelum tahun 1960-an merupakan kelompok semu yang ditolak oleh kekuasan di sebagian besar struktur sosial di mana mereka berpartisipasi. Pada pertengahan tahun 1960-an muncul kesadaran kaum wanita untuk menyamakan derajatnya dengan kaum laki- laki.
B.Ulasan
contoh kasus konflik buruh dengan PT Megariamas
Contoh kasus :
Konflik Buruh Dengan PT Megariamas
Sekitar 500 buruh yang tergabung dalam Serikat Buruh Garmen Tekstil dan Sepatu-Gabungan Serikat Buruh Independen (SBGTS-GSBI) PT Megariamas Sentosa, Selasa (23/9) siang ‘menyerbu’ Kantor Sudin Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Nakertrans) Jakarta Utara di Jl Plumpang Raya, Kelurahan Semper Timur, Kecamatan Koja, Jakarta Utara. Mereka menuntut pemerintah mengambil tindakan tegas terhadap perusahaan yang mempekerjakan mereka karena mangkir memberikan tunjangan hari raya (THR).
Ratusan buruh PT Megariamas Sentosa yang berlokasi di Jl Jembatan III Ruko 36 Q, Pluit, Penjaringan, Jakut, datang sekitar pukuk 12.00 WIB. Sebelum ditemui Kasudin Nakertrans Jakut, mereka menggelar orasi yang diwarnai aneka macam poster yang mengecam usaha perusahaan menahan THR mereka. Padahal THR merupakan kewajiban perusahaan sesuai dengan ketentuan yang tertuang dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 4/1994 tentang THR.
“Kami menuntut hak kami untuk mendapatkan THR sesuai dengan peraturan yang berlaku. Dan jangan dikarenakan ada konflik internal kami tidak mendapatkan THR, karena setahu kami perusahaan garmen tersebut tidak merugi, bahkan sebaliknya. Jadi kami minta pihak Sudin Nakertrans Jakut bisa memfasilitasi kami,” jelas Abidin, koordinator unjuk rasa ketika berorasi di tengah-tengah rekannya yang didominasi kaum perempuan itu, Selasa (23/9) di depan kantor Sudin Nakertrans Jakut. Sekedar diketahui ratusan buruh perusahaan garmen dengan memproduksi pakaian dalam merek Sorella, Pieree Cardine, Felahcy, dan Young Heart untuk ekspor itu telah berdiri sejak 1989 ini mempekerjakan sekitar 800 karyawan yang mayoritas perempuan.
Demonstrasi ke Kantor Nakertrans bukan yang pertama, sebelumnya ratusan buruh ini juga mengadukan nasibnya karena perusahan bertindak sewenang-wenang pada karyawan. Bahkan ada beberapa buruh yang diberhentikan pihak perusahaan karena dinilai terlalu vokal. Akibatnya, kasus konflik antar buruh dan manajemen dilanjutkan ke Pengadilan Hubungan Industrial. Karena itu, pihak manajemen mengancam tidak akan memberikan THR kepada pekerjanya.
Mengetahui hal tersebut, ratusan buruh PT Megariamas Sentosa mengadu ke kantor Sudin Nakertrans Jakut. Setelah dua jam menggelar orasi di depan halaman Sudin Nakertrans Jakut, bahkan hendak memaksa masuk ke dalam kantor. Akhirnya perwakilan buruh diterima oleh Kasudin Nakertrans, Saut Tambunan di ruang rapat kantornya. Dalam peryataannya di depan para pendemo, Sahut Tambunan berjanji akan menampung aspirasi para pengunjuk rasa dan membantu menyelesaikan permasalahan tersebut. "Pasti kami akan bantu, dan kami siap untuk menjadi fasilitator untuk menyelesaikan masalah ini," tutur Sahut.
Selain itu, Sahut juga akan memanggil pengusaha agar mau memberikan THR karena itu sudah kewajiban. “Kalau memang perusahaan tersebut mengaku merugi, pihak manajemen wajib melaporkan ke pemerintah dengan bukti konkret,” kata Saut Tambunan kepada beritajakarta.com usai menggelar pertemuan dengan para perwakilan demonstrasi.
Sesuai peraturan, karyawan dengan masa kerja di atas satu tahun berhak menerima THR. Sementara bagi karyawan dengan masa kerja di bawah satu tahun di atas tiga bulan, THR-nya akan diberikan secara proporsional atau diberikan sebesar 3/12X1 bulan gaji. Karyawan yang baru bekerja di bawah tiga bulan bisa daja dapat tergantung dari kebijakan perusahaan.
Saut menambahkan, sejauh ini sudah ada empat perusahaan yang didemo karena mangkir membayar THR. “Sesuai dengan peraturan H-7 seluruh perusahaan sudah harus membayar THR kepada karyawannya. Karena itu, kami upayakan memfasilitasi. Untuk kasus karyawan PT Megariamas Sentosa memang sedang ada sedikit permasalahan sehingga manajemen sengaja menahan THR mereka. Namun, sebenarnya itu tidak boleh dan besok kami upayakan memfasilitasi ke manajemen perusahaan.
Lebih lanjut dikatakannya, untuk kawasan Jakarta Utara tercatat ada sekitar 3000 badan usaha atau perusahaan di sektor formal. Untuk melakukan monitoring, pihaknya menugaskan 15 personel pengawas dan 10 personel mediator untuk menangani berbagai kasus seperti kecelakaan kerja, pemutusan hubungan kerja, tuntutan upah maupun upah normatif dan THR. “Kami masih kekurangan personel, idealnya ada 150 personel pengawas dan 100 personel mediator,” tandas Saut Tambunan.
C.Analisis
kita bisa liat ini adalah salah satu contoh kasus suatu konflik yang terjadi dalam suatu organisasi bisa ditekankan disini suatu perusahan,dimana seorang pemimpin yang tidak bertanggung jawab dan tidak adil dalam memimpin suatu perusahan.Mereka senantiasa mempermainkan rakyat kecil dan bertindak sangat tidak bijaksana sebagai seorang yang memiliki kekuasaan,mereka dengan mudah dapat mengeluarkan seorang karyawan yang dianggap terlalu vocal dan maengancam para karyawanya dengan tidak memberikan THR.Menurut saya ini jelas sangat berpengaruh dalam terjadinya sebuah konflik ini adalah penyebab utama terjadinya konflik dalam kasus ini menurut saya bila dalam kasus ini banyak cara untuk menyelesaikanya mungkin dengan cara mediator atau jika dengan cara mediator tidak berhasil juga perlu adanya proses hukum karena disini telah melanggar hak seseorang dan telah melanggar hukum yang berlaku tentang pemberian THR kepada tenaga kerja. Saya rasa ini adalah solusi yang mungkin bisa menyelesaikan konflik dalam perusahaan ini,ada baiknya berikanlah apa yang menjadi haknya setelah iya mengerjakan kewajibanya.
BAB 3
PENUTUP
A.Kesimpulan
Teori konflik Karl Marx didasarkan pada pemilikan sarana- sarana produksi sebagai unsur pokok pemisahan kelas dalam masyarakat. Kelompok yang memiliki sarana produksi (borjuis) dan kelompok pekerja miskin (proletar) Karl Marx berpendapat bahwa pemilikan dan Kontrol sarana- sarana berada dalam satu individu- individu yang sama.
Konflik in-group merupakan indikator adanya suatu hubungan yang sehat. Coser sangat menentang para ahli sosiologi yang selalu melihat konflik hanya dalam pandangan negatif saja. Perbedaan merupakan peristiwa normal yang sebenarnya dapat memperkuat struktur sosial. Dengan demikian Coser menolak pandangan bahwa ketiadaan konflik sebagai indicator dari kekuatan dan kestabilan suatu hubungan.
Menurut Dahrendorf hubungan- hubungan kekuasaan yang menyangkut bawahan dan atasan menyediakan rasti bagi kelahiran kelas. Dahrendorf mengakui terdapat perbedaan di antara mereka yang memiliki sedikit dan banyak kekuasaan. Perbedaan dominasi itu dapat terjadi secara statis. Tetapi pada dasarnya tetap terdapat dua kelas sosial yaitu, mereka yang berkuasa dan yang dikuasai.
Daftar Pustaka
http://id.wikipedia.org/wiki/Teori_konflik
http://pristality.wordpress.com/2011/11/29/teori-konflik-lewis-coser/
http://benyahya.student.umm.ac.id/download-as-pdf/umm_blog_article_184.pdf
http://id.wikipedia.org/wiki/Penyelesaian_konflik
http://imbang88.wordpress.com/2010/04/01/teori-konflik/
Langganan:
Postingan (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar